Kamis, 15 Juni 2017

KEBERHASILAN PENGAWASAN PARTISIPATIF PADA PILKADA KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2017
Oleh :
Neni Nur Hayati

Pemilihan Umum Kepala Daerah merupakan proses demokrasi yang bukan hanya milik penyelenggara pemilu saja tetapi milik seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Pemilihan Umum Kepala Daerah yang demokratis, jujur dan adil  juga sarana untuk mewujudkan pemerintahan yang baik. Akan tetapi, berdasarkan fakta di lapangan, untuk mewujudkan pelaksanaan Pemilu yang berkualitas dan berintegritas memiliki tantangan yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut  diperlukan adanya partisipasi masyarakat seluas luasnya. Karena tidak dapat dipungkiri keterlibatan masyarakat dalam menentukan dan memilih pemimpinnya merupakan salah satu indikator berjalannya demokrasi.

Untuk menjamin penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah  berjalan sesuai dengan peraturan perundang – undangan, diperlukan adanya pengawasan yang bertugas mengawasi seluruh tahapan pemilukada sebagaimana diamanatkan oleh UU No.15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu yang dimana mengalami pergeseran orientasi pengawasan dari penindakan pelanggaran ke arah pencegahan, maka indikator keberhasilan pengawasan tidak ditentukan oleh berapa banyak temuan dan laporan pelanggaran di lapangan, melainkan langkah pencegahan yang dilakukan oleh pengawas pemilu. Oleh karenanya, pengawasan partisipatif menjadi indikator dalam mewujudkan pergeseran orientasi pencegahan dalam pengawasan.

Menurut Gunawan Suswantoro (2015 : 91) dalam Bukunya yang berjudul Pengawasan Pemilu Partisipatif Gerakan Sejuta Relawan Pengawas, bahwa pengawasan partisipatif merupakan bagian dari partisipasi masyarakat dalam pemilu. Semakin tinggi partisipasi publik dalam peristiwa politik, maka akan semakin ideal demokrasi yang dijalankan.Dengan adanya Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu yang sudah berhasil dilakukan pada Pemilu 2014, masyarakat tidak hanya sebatas ikut berpartisipai menggunakan hak pilihnya di tempat Pemungutan Suara (TPS), akan tetapi juga turut serta mengawasi seluruh tahapan Pilkada.
Pilkada serentak 2017 yang diikuti oleh 101 daerah yang tersebar di 7 Provinsi, 18 Kota dan 76 Kabupaten se-Indonesia pada tanggal 15 Februari 2017 telah selesai digelar. Kota Tasikmalaya merupakan salah satu kota yang masuk pada penyelenggaraan Pilkada serentak 2017  diikuti oleh 3 pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota yaitu pasangan R. Dicky Chandra Negara - Denny Romdonny, H.Budi Budiman  - H.Muhammad Yusuf, dan Ir.Dede Sudrajat- dr.Asep Hidayat. Partisipasi pemilih pada Pilkada Kota Tasikmalaya Tahun 2017 tercatat sebesar 81,6% dengan rincian jumlah pemilih 478.200 ( DPT + DPTb), yang menggunakan hak pilih 390.014, sementara partisipasi kaum difabel mencapai 88,3%. Angka ini dinilai cukup tinggi dan memuaskan jika mengukur partisipasi pemilih yang terlibat di dalamnya. Tingkat partisipasi pemilih yang tinggi tersebut, tentunya tidak terlepas dari kerja keras penyelenggara pemilu baik pelaksana KPU maupun pengawas pemilu. Hal ini perlu kiranya untuk diapresiasi karena pelaksanaan pemilu bisa berjalan sesuai dengan peraturan perundang – undangan.

Berdasarkan pengawasan yang telah dilakukan oleh Pengawas Pemilihan Umum Kota Tasikmalaya, terinventarisasikan sejumlah 12 temuan dan laporan dugaan pelanggaran yang terjadi pada tahapan Pilkada Kota Tasikmalaya tahun 2017 yakni 2 (dua) kasus pada tahapan DPT, 8 (delapan) kasus pada tahapan kampanye dan 2 (dua) kasus pada tahapan masa tenang. Angka temuan dan laporan dugaan pelanggaran pada Pilkada Kota Tasikmalaya Tahun 2017 ini paling rendah dibandingkan dengan dua Kab/Kota lain di Jawa Barat yang mengikuti Pilkada Serentak. Dalam setiap momentum Pilkada, selalu saja ditemukan kecurangan dan pelanggaran yang bersifat administratif, pidana ataupun kode etik termasuk di Kota Tasikmalaya. Akan tetapi, temuan dan laporan dugaan pelanggaran di Kota Tasikmalaya berkurang dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya. Ini menandakan bahwa sosialisasi pengawasan partisipatif yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu sangat efektif untuk dilakukan sebagai upaya pencegahan. Pengawas pemilu menyadari bahwa adanya keterbatasan jumlah personal pengawas yang formal. Jumlah pengawas pemilu di tingkat Kota tasikmalaya, Kecamatan dan Kelurahan tidaklah sebanding dengan jumlah TPS yang ada. Akibatnya, celah pelanggaran baik yang dilakukan oleh peserta pemilu, Aparatur Sipil Negara maupun penyelenggara pemilu mungkin terjadi. Hal ini dirasakan betul saat mengawasi tahapan kampanye yang dimana pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tasikmalaya lebih banyak blusukan menghadiri undangan pengajian warga dan sosialisasi figur, program, dan gagasan serta ajakan untuk memilih pasangan calon kandidat tertentu seringkali dilakukan di tempat ibadah, khususnya mesjid yang notabene Kota Tasik dijuluki sebagai Kota Santri.
Oleh karena itu, peran pengawasan partisipatif khususnya di Kota Tasikmalaya yang sudah berjalan baik itu dengan pemilih pemula, Ormas, LSM, OKP, ASN, DKM, Kaum difabel dan masyarakat lainnya perlu dipertahankan, karena dengan adanya pengawasan partisipatif berarti masyarakat  turut serta melakukan pengawasan dan mengikuti dinamika politik yang sedang berjalan secara langsung. Terbukti, dengan adanya antusiasme warga saat pengawas pemilu melakukan road show menjelang pemungutan dan penghitungan suara dengan tema besar “ Cegah Politik Uang”. Mereka turut serta melakukan pengawasan menjelang hari H dan melaporkan dugaan pelanggaran money politik yang dilakukan oleh tim kampanye pasangan calon kepada pengawas pemilu sehingga Pilkada Kota Tasikmalaya yang berkualitas dan berintegritas sukses tanpa ekses sesuai dengan harapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar