JANGAN SEPELEKAN RADANG TENGGOROKAN PADA ANAK
Tepat tujuh hari pasca Idul Fitri 1438 H, anak kedua saya, baby ar mengalami demam yang sangat tinggi. Demam diketahui saat dia tertidur menjelang shubuh. Kemudian diterm, suhunya 38,8 terus naik sampai 39. Paginya, saya berikan obat pereda demam sanmol drop. Tapi demam tak kunjung reda, bahkan semakin naik. Tentu saja hati ini semakin gelisah tak karuan, dalam hati sudah penuh dengan pertanyaan yang tak bisa di ungkapkan. Memunculkan praduga dan prakira yang terjadi padanya.
Hingga akhirnya, tengah malam saya sempat melarikan diri ke UGD Klinik karena demamnya sudah mencapai 39,8. Kondisi anaknya saat itu sangat ceria, asupan makanan dan minuman seperti orang sehat. Apalagi minum susu selalu habis dan minta lagi minta lagi. Untung saja di UGD, ada dokter umum yang bisa on call jadi saat itu juga bisa mengecek kondisi anak saya. Seluruh organ diperiksa, pencernaaan, usus, lambung nyaris tak ada yang bermasalah. Ini hanya demam biasa. Mungkin bisa karena virus atau bakteri. Bisa saja anak mau flu karena bersin bersin terus. Tapi pikirku masa flu demamnya tinggi sekali. Tak pernah aku mengalami hal seperti ini sebelumnya. Akhirnya, dokter pun hanya memberikan obat flu yang mengandung pereda demam dam antibiotik. Khawatir demamnya ada pengaruh juga dari bakteri.
Sepulang dari UGD, demamnya masih tinggi tapi masih dalam batas skala yang mendekati normal 38,5. Sulit sekali anak ini saya kompres, karena aktif sekali dan lari lari. Istirahat pun harus saya paksa. Saat malam hari demam sempat sampai 40,5. Ini anak sangat kuat, kalau tidak kuat dengan demam tinggi anak bisa saja sampai kejang.
Keesokan harinya demam masih saja tak kunjung reda walau sudah diberi obat dari dokter, akhirnya kuputuskan untuk dibawa ke spesialis anak karena penasaran penyakit apa yang diderita oleh anak saya. Dokter anak menyampaikan bahwa anak saya terkena faringitis atau yang lebih kita kenal dengan radang tenggorokan. Dokter tak memberikan resep apapun, cukup dengan diteruskan obat dari dokter umum. Lega sekali rasanya hati, artinya tak ada sesuatu yang membahayakan.
Demam cukup reda dihari kedua tidak sampai 40 paling tinggi 39. Terus saja, dia makan dan minum saat demam jadi alhamdulillah tidak sampai dehidrasi. Malahan demam sudah mulai terus menurun sampai akhirnya kupikir ini akan sembuh dihari ketiga.
Hari ketiga sama sekali tak ada demam tinggi, cukup ku kasih madu tanpa obat pereda demam. Tapi menjelang malam hari, anakku panas lagi walau diterm hanya 38,2 paling tinggi. Dikonsultasikan dengan dokter, harus dilakukan pemeriksaan darah rutin khawatir ada DBD.
Hari keempat ku bawa ke lab untuk diperiksa darah dan hasilnya semua normal. Analisaku sih, hanya leukosit yang hampir mendekati batas ambang bawah. Dalam artian jumlah leukosit mendekati rendah dari jumlah yang seharusnya. Tapi katanya tak masalah. Ini sudah dipastikan hasil lab menunjukkan infeksi disebabkan oleh bakteri. Setelah kembali kontrol dengan dokter anak, akhirnya anakku mulai membaik dengan suhu tubuh paling tinggi 37,7.
Saya jadi ingat saat dulu masih sekolah sempat demam tinggi selamaa seminggu. Ternyata diagnosa dokter saya terkena faringitistonsil. Ya radang tenggorokan ya amandel bengkak. Cukup sudah penderitaan yang kualami..hik hiks lebay bangeeet ya.
Hari kelima alhamdulillah demam reda sudah 36,5. Semiga tak naik lagi. Dari berbagai macam pengalaman yang didiskusikan oleh teman, ternyata penyakit radang twnggorokan ini memang bukanlah hal yang spele. Karena demamnya akan lama dan tinggi. Maka tak heran jika kudapati anak yang dirawat dengan penyebab radang tenggorokan. Apa pencetusnya?bisa dari makanan dan rerutama daya tahan tubuh sedang lemah sehingga bakteri dan virus mudah masuk kedlaam tubuh.
Rabu, 05 Juli 2017
Kamis, 15 Juni 2017
Anak Anda Terkena Flu Singapur? Tak Perlu Panik
HFMD (Hand, Foot and Mouth Disease) atau yang kita dengan flu singapur adalah infeksi menular yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini biasanya menyerang anak balita, akan tetapi tidak menutup kemungkinan dewasa pun bisa terserang jika kondisi daya tahan tubuhnya sedang lemah. Virus ini muncul pada saat perubahan cuaca.
Saya akan sedikit menceritakan dan berbagi pengalaman tentang anak saya yang dua duanya pernah terjangkit virus ini. Anak pertama saya, dulu mengalami flu singapur pada usia 11 bulan, sekarang sudah 4 tahun. Sudah sekitar tiga tahun yang lalu melaluinya. Awalnya anak saya tidak nafsu makan, ternyata paginya anak saya demam. Kemudian, saya cek dengan menggunakan termometer suhunya cukup tinggi 38,6. Sambil nunggu praktek doktr anak di klinik, saya berikan obat penurun panas. Siangnya kulihat di tangan anakku itu ada bintik kecil menyerupai cacar. Kukira anakku kena cacar, setelah diperiksa doktr anak ternyata anakku didiagnosis flu singapur.
Sediiih rasanya, ko bisa ya penyakit flu singapur ada di Singaparna. Hehehe..
Cek lab ya bu, khawatir trombosit atau leukositnya tidak stabil "ujar dsa itu sambil menuliskan resep dan pengantar ke lab. Dengan rasa kasian lihat anak harus dimasukin jarum untuk diambil darah, dan ternyata hasilnya leukosit anakku tinggi. Saat itupun dsa merujuk untuk anakku dirawat di sebuah RS Swasta.
Pergilah kita ke RS yang dimaksud. Melihat anak harus dinfus dan diberikan antibiotik disitu saya merasa aneh. Anak kena virus, makan masih masuk tapi kenapa harus dirujuk ke RS dan diberikan antibiotik. Bukankah pemberian antibiotik itu kurang tepat jika sudah diketahui diagnosis anak terkena virus. Persoalan leukosit anak tinggi itu pasti karena jika anak sedang terkena infeksi secara otomatis leukositnya pasti tinggi.
Dua hari menginap di RS dan esoknya dibolehkan pulang karena sudah membaik dan leukositnya kembali normal. Alhamdulillah wa syukurillah bisa kembali ke rumah walaupun tetap dr RS dibekali segudang obat obatan untuk dikonsumsi anak. Ah, aku tak kasih obatnya secara sempurna karena anafsu makan anak sudah cukup baik dan bintik mulai menghilang.
Hal yang sama terjadi pada anakku yang kedua, anakku yang kedua terkena flu singapur usia 1 tahun. Ini lebih parah, karena tak masuk makanan sementara demamnya cukup tinggi sampai 39,5. Dokter anak semua tidak praktek karena hari libur. Tapi saya tetap coba berikan asi dan obat pereda demam. Asi pun dia tolak karena ada bintik di lidahnya. Kemudian ku cek dikaki ada bintik merah seperti cacar juga. Akhirnya aku berdiagnosis sendiri sepertinya ini anak flu singapur..hahaha..ku kasih madu walaupun tak masuk makan dan minum yang banyak dengan memakai sendok. Bintik dilidah saya olesi dengan kenalog yang kubeli dari apotik. Aku tak panik walaupun sebetulnya khawatir dengan panasnya yang cukup tinggi. Dengan kesabaran esoknya anakku tak demam lagi alhamdulillah walau seharian rewel tak mau makan, minum pun dipaksakan. Karena bintik merah masih ada akhirnya ku pergi ke dokter anak.
Dokter yang satu ini sangat rasional, saya suka. Jika anak tidak terkena bakteri, dia enggan untuk memberikan antibiotik. Bahkan seringkali kita pulang tak membawa obat, hanya konsultasi saja. Hehehe. Akhirnya no urut antrianku terpanggil.
Al razi, mangga lebet bu (silahkan masuk) "ucap seorang petugas klinik sambil memberikan kertas pendaftaran.
Kumasuki ruangan itu dan dokter pun bertanya "karaos naon putrana (apa yang dirasakan anaknya?)
Dok, sepertinya anak saya flu singapur karena ada bintik di kaki, mulut dan tangan "ucapku sambil so tau memaparkan diagnosanya. Setelah dicek ternyata...taraaaaaaa diagnosaku benar anakku terkena HFMD tapi sudah sembuh. Tak perlu cek lab apalagi dirawat dengan seperti kakaknya.
Betul apa kata pepatah, pengalaman adalah guru yang sangat berharga. Begitulah yang terjadi padaku, tak perlu panik semua insya allah jika dijalani dengan ikhlas dan kesabaran Allah pasti akan memberikan kesembuhan. Setelah eksplor seluruh dokter anak di Tasikmalaya, akhirnya saya pun menemukan sosok dokter anak yang rasional. Tidak memberikan sedikit sedikit obat, sedikit sedikit antibiotik. Semua sesuai dengan diagnosa penyakit.
Sudah begitu dulu ceritanya ya, semoga bermanfaat.
HFMD (Hand, Foot and Mouth Disease) atau yang kita dengan flu singapur adalah infeksi menular yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini biasanya menyerang anak balita, akan tetapi tidak menutup kemungkinan dewasa pun bisa terserang jika kondisi daya tahan tubuhnya sedang lemah. Virus ini muncul pada saat perubahan cuaca.
Saya akan sedikit menceritakan dan berbagi pengalaman tentang anak saya yang dua duanya pernah terjangkit virus ini. Anak pertama saya, dulu mengalami flu singapur pada usia 11 bulan, sekarang sudah 4 tahun. Sudah sekitar tiga tahun yang lalu melaluinya. Awalnya anak saya tidak nafsu makan, ternyata paginya anak saya demam. Kemudian, saya cek dengan menggunakan termometer suhunya cukup tinggi 38,6. Sambil nunggu praktek doktr anak di klinik, saya berikan obat penurun panas. Siangnya kulihat di tangan anakku itu ada bintik kecil menyerupai cacar. Kukira anakku kena cacar, setelah diperiksa doktr anak ternyata anakku didiagnosis flu singapur.
Sediiih rasanya, ko bisa ya penyakit flu singapur ada di Singaparna. Hehehe..
Cek lab ya bu, khawatir trombosit atau leukositnya tidak stabil "ujar dsa itu sambil menuliskan resep dan pengantar ke lab. Dengan rasa kasian lihat anak harus dimasukin jarum untuk diambil darah, dan ternyata hasilnya leukosit anakku tinggi. Saat itupun dsa merujuk untuk anakku dirawat di sebuah RS Swasta.
Pergilah kita ke RS yang dimaksud. Melihat anak harus dinfus dan diberikan antibiotik disitu saya merasa aneh. Anak kena virus, makan masih masuk tapi kenapa harus dirujuk ke RS dan diberikan antibiotik. Bukankah pemberian antibiotik itu kurang tepat jika sudah diketahui diagnosis anak terkena virus. Persoalan leukosit anak tinggi itu pasti karena jika anak sedang terkena infeksi secara otomatis leukositnya pasti tinggi.
Dua hari menginap di RS dan esoknya dibolehkan pulang karena sudah membaik dan leukositnya kembali normal. Alhamdulillah wa syukurillah bisa kembali ke rumah walaupun tetap dr RS dibekali segudang obat obatan untuk dikonsumsi anak. Ah, aku tak kasih obatnya secara sempurna karena anafsu makan anak sudah cukup baik dan bintik mulai menghilang.
Hal yang sama terjadi pada anakku yang kedua, anakku yang kedua terkena flu singapur usia 1 tahun. Ini lebih parah, karena tak masuk makanan sementara demamnya cukup tinggi sampai 39,5. Dokter anak semua tidak praktek karena hari libur. Tapi saya tetap coba berikan asi dan obat pereda demam. Asi pun dia tolak karena ada bintik di lidahnya. Kemudian ku cek dikaki ada bintik merah seperti cacar juga. Akhirnya aku berdiagnosis sendiri sepertinya ini anak flu singapur..hahaha..ku kasih madu walaupun tak masuk makan dan minum yang banyak dengan memakai sendok. Bintik dilidah saya olesi dengan kenalog yang kubeli dari apotik. Aku tak panik walaupun sebetulnya khawatir dengan panasnya yang cukup tinggi. Dengan kesabaran esoknya anakku tak demam lagi alhamdulillah walau seharian rewel tak mau makan, minum pun dipaksakan. Karena bintik merah masih ada akhirnya ku pergi ke dokter anak.
Dokter yang satu ini sangat rasional, saya suka. Jika anak tidak terkena bakteri, dia enggan untuk memberikan antibiotik. Bahkan seringkali kita pulang tak membawa obat, hanya konsultasi saja. Hehehe. Akhirnya no urut antrianku terpanggil.
Al razi, mangga lebet bu (silahkan masuk) "ucap seorang petugas klinik sambil memberikan kertas pendaftaran.
Kumasuki ruangan itu dan dokter pun bertanya "karaos naon putrana (apa yang dirasakan anaknya?)
Dok, sepertinya anak saya flu singapur karena ada bintik di kaki, mulut dan tangan "ucapku sambil so tau memaparkan diagnosanya. Setelah dicek ternyata...taraaaaaaa diagnosaku benar anakku terkena HFMD tapi sudah sembuh. Tak perlu cek lab apalagi dirawat dengan seperti kakaknya.
Betul apa kata pepatah, pengalaman adalah guru yang sangat berharga. Begitulah yang terjadi padaku, tak perlu panik semua insya allah jika dijalani dengan ikhlas dan kesabaran Allah pasti akan memberikan kesembuhan. Setelah eksplor seluruh dokter anak di Tasikmalaya, akhirnya saya pun menemukan sosok dokter anak yang rasional. Tidak memberikan sedikit sedikit obat, sedikit sedikit antibiotik. Semua sesuai dengan diagnosa penyakit.
Sudah begitu dulu ceritanya ya, semoga bermanfaat.
KEBERHASILAN PENGAWASAN PARTISIPATIF PADA PILKADA KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2017
Oleh :
Neni Nur Hayati
Pemilihan Umum Kepala Daerah merupakan proses demokrasi yang bukan hanya milik penyelenggara pemilu saja tetapi milik seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Pemilihan Umum Kepala Daerah yang demokratis, jujur dan adil juga sarana untuk mewujudkan pemerintahan yang baik. Akan tetapi, berdasarkan fakta di lapangan, untuk mewujudkan pelaksanaan Pemilu yang berkualitas dan berintegritas memiliki tantangan yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya partisipasi masyarakat seluas luasnya. Karena tidak dapat dipungkiri keterlibatan masyarakat dalam menentukan dan memilih pemimpinnya merupakan salah satu indikator berjalannya demokrasi.
Untuk menjamin penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah berjalan sesuai dengan peraturan perundang – undangan, diperlukan adanya pengawasan yang bertugas mengawasi seluruh tahapan pemilukada sebagaimana diamanatkan oleh UU No.15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu yang dimana mengalami pergeseran orientasi pengawasan dari penindakan pelanggaran ke arah pencegahan, maka indikator keberhasilan pengawasan tidak ditentukan oleh berapa banyak temuan dan laporan pelanggaran di lapangan, melainkan langkah pencegahan yang dilakukan oleh pengawas pemilu. Oleh karenanya, pengawasan partisipatif menjadi indikator dalam mewujudkan pergeseran orientasi pencegahan dalam pengawasan.
Menurut Gunawan Suswantoro (2015 : 91) dalam Bukunya yang berjudul Pengawasan Pemilu Partisipatif Gerakan Sejuta Relawan Pengawas, bahwa pengawasan partisipatif merupakan bagian dari partisipasi masyarakat dalam pemilu. Semakin tinggi partisipasi publik dalam peristiwa politik, maka akan semakin ideal demokrasi yang dijalankan.Dengan adanya Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu yang sudah berhasil dilakukan pada Pemilu 2014, masyarakat tidak hanya sebatas ikut berpartisipai menggunakan hak pilihnya di tempat Pemungutan Suara (TPS), akan tetapi juga turut serta mengawasi seluruh tahapan Pilkada.
Pilkada serentak 2017 yang diikuti oleh 101 daerah yang tersebar di 7 Provinsi, 18 Kota dan 76 Kabupaten se-Indonesia pada tanggal 15 Februari 2017 telah selesai digelar. Kota Tasikmalaya merupakan salah satu kota yang masuk pada penyelenggaraan Pilkada serentak 2017 diikuti oleh 3 pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota yaitu pasangan R. Dicky Chandra Negara - Denny Romdonny, H.Budi Budiman - H.Muhammad Yusuf, dan Ir.Dede Sudrajat- dr.Asep Hidayat. Partisipasi pemilih pada Pilkada Kota Tasikmalaya Tahun 2017 tercatat sebesar 81,6% dengan rincian jumlah pemilih 478.200 ( DPT + DPTb), yang menggunakan hak pilih 390.014, sementara partisipasi kaum difabel mencapai 88,3%. Angka ini dinilai cukup tinggi dan memuaskan jika mengukur partisipasi pemilih yang terlibat di dalamnya. Tingkat partisipasi pemilih yang tinggi tersebut, tentunya tidak terlepas dari kerja keras penyelenggara pemilu baik pelaksana KPU maupun pengawas pemilu. Hal ini perlu kiranya untuk diapresiasi karena pelaksanaan pemilu bisa berjalan sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Berdasarkan pengawasan yang telah dilakukan oleh Pengawas Pemilihan Umum Kota Tasikmalaya, terinventarisasikan sejumlah 12 temuan dan laporan dugaan pelanggaran yang terjadi pada tahapan Pilkada Kota Tasikmalaya tahun 2017 yakni 2 (dua) kasus pada tahapan DPT, 8 (delapan) kasus pada tahapan kampanye dan 2 (dua) kasus pada tahapan masa tenang. Angka temuan dan laporan dugaan pelanggaran pada Pilkada Kota Tasikmalaya Tahun 2017 ini paling rendah dibandingkan dengan dua Kab/Kota lain di Jawa Barat yang mengikuti Pilkada Serentak. Dalam setiap momentum Pilkada, selalu saja ditemukan kecurangan dan pelanggaran yang bersifat administratif, pidana ataupun kode etik termasuk di Kota Tasikmalaya. Akan tetapi, temuan dan laporan dugaan pelanggaran di Kota Tasikmalaya berkurang dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya. Ini menandakan bahwa sosialisasi pengawasan partisipatif yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu sangat efektif untuk dilakukan sebagai upaya pencegahan. Pengawas pemilu menyadari bahwa adanya keterbatasan jumlah personal pengawas yang formal. Jumlah pengawas pemilu di tingkat Kota tasikmalaya, Kecamatan dan Kelurahan tidaklah sebanding dengan jumlah TPS yang ada. Akibatnya, celah pelanggaran baik yang dilakukan oleh peserta pemilu, Aparatur Sipil Negara maupun penyelenggara pemilu mungkin terjadi. Hal ini dirasakan betul saat mengawasi tahapan kampanye yang dimana pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tasikmalaya lebih banyak blusukan menghadiri undangan pengajian warga dan sosialisasi figur, program, dan gagasan serta ajakan untuk memilih pasangan calon kandidat tertentu seringkali dilakukan di tempat ibadah, khususnya mesjid yang notabene Kota Tasik dijuluki sebagai Kota Santri.
Oleh karena itu, peran pengawasan partisipatif khususnya di Kota Tasikmalaya yang sudah berjalan baik itu dengan pemilih pemula, Ormas, LSM, OKP, ASN, DKM, Kaum difabel dan masyarakat lainnya perlu dipertahankan, karena dengan adanya pengawasan partisipatif berarti masyarakat turut serta melakukan pengawasan dan mengikuti dinamika politik yang sedang berjalan secara langsung. Terbukti, dengan adanya antusiasme warga saat pengawas pemilu melakukan road show menjelang pemungutan dan penghitungan suara dengan tema besar “ Cegah Politik Uang”. Mereka turut serta melakukan pengawasan menjelang hari H dan melaporkan dugaan pelanggaran money politik yang dilakukan oleh tim kampanye pasangan calon kepada pengawas pemilu sehingga Pilkada Kota Tasikmalaya yang berkualitas dan berintegritas sukses tanpa ekses sesuai dengan harapan.
Oleh :
Neni Nur Hayati
Pemilihan Umum Kepala Daerah merupakan proses demokrasi yang bukan hanya milik penyelenggara pemilu saja tetapi milik seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Pemilihan Umum Kepala Daerah yang demokratis, jujur dan adil juga sarana untuk mewujudkan pemerintahan yang baik. Akan tetapi, berdasarkan fakta di lapangan, untuk mewujudkan pelaksanaan Pemilu yang berkualitas dan berintegritas memiliki tantangan yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya partisipasi masyarakat seluas luasnya. Karena tidak dapat dipungkiri keterlibatan masyarakat dalam menentukan dan memilih pemimpinnya merupakan salah satu indikator berjalannya demokrasi.
Untuk menjamin penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah berjalan sesuai dengan peraturan perundang – undangan, diperlukan adanya pengawasan yang bertugas mengawasi seluruh tahapan pemilukada sebagaimana diamanatkan oleh UU No.15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu yang dimana mengalami pergeseran orientasi pengawasan dari penindakan pelanggaran ke arah pencegahan, maka indikator keberhasilan pengawasan tidak ditentukan oleh berapa banyak temuan dan laporan pelanggaran di lapangan, melainkan langkah pencegahan yang dilakukan oleh pengawas pemilu. Oleh karenanya, pengawasan partisipatif menjadi indikator dalam mewujudkan pergeseran orientasi pencegahan dalam pengawasan.
Menurut Gunawan Suswantoro (2015 : 91) dalam Bukunya yang berjudul Pengawasan Pemilu Partisipatif Gerakan Sejuta Relawan Pengawas, bahwa pengawasan partisipatif merupakan bagian dari partisipasi masyarakat dalam pemilu. Semakin tinggi partisipasi publik dalam peristiwa politik, maka akan semakin ideal demokrasi yang dijalankan.Dengan adanya Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu yang sudah berhasil dilakukan pada Pemilu 2014, masyarakat tidak hanya sebatas ikut berpartisipai menggunakan hak pilihnya di tempat Pemungutan Suara (TPS), akan tetapi juga turut serta mengawasi seluruh tahapan Pilkada.
Pilkada serentak 2017 yang diikuti oleh 101 daerah yang tersebar di 7 Provinsi, 18 Kota dan 76 Kabupaten se-Indonesia pada tanggal 15 Februari 2017 telah selesai digelar. Kota Tasikmalaya merupakan salah satu kota yang masuk pada penyelenggaraan Pilkada serentak 2017 diikuti oleh 3 pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota yaitu pasangan R. Dicky Chandra Negara - Denny Romdonny, H.Budi Budiman - H.Muhammad Yusuf, dan Ir.Dede Sudrajat- dr.Asep Hidayat. Partisipasi pemilih pada Pilkada Kota Tasikmalaya Tahun 2017 tercatat sebesar 81,6% dengan rincian jumlah pemilih 478.200 ( DPT + DPTb), yang menggunakan hak pilih 390.014, sementara partisipasi kaum difabel mencapai 88,3%. Angka ini dinilai cukup tinggi dan memuaskan jika mengukur partisipasi pemilih yang terlibat di dalamnya. Tingkat partisipasi pemilih yang tinggi tersebut, tentunya tidak terlepas dari kerja keras penyelenggara pemilu baik pelaksana KPU maupun pengawas pemilu. Hal ini perlu kiranya untuk diapresiasi karena pelaksanaan pemilu bisa berjalan sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Berdasarkan pengawasan yang telah dilakukan oleh Pengawas Pemilihan Umum Kota Tasikmalaya, terinventarisasikan sejumlah 12 temuan dan laporan dugaan pelanggaran yang terjadi pada tahapan Pilkada Kota Tasikmalaya tahun 2017 yakni 2 (dua) kasus pada tahapan DPT, 8 (delapan) kasus pada tahapan kampanye dan 2 (dua) kasus pada tahapan masa tenang. Angka temuan dan laporan dugaan pelanggaran pada Pilkada Kota Tasikmalaya Tahun 2017 ini paling rendah dibandingkan dengan dua Kab/Kota lain di Jawa Barat yang mengikuti Pilkada Serentak. Dalam setiap momentum Pilkada, selalu saja ditemukan kecurangan dan pelanggaran yang bersifat administratif, pidana ataupun kode etik termasuk di Kota Tasikmalaya. Akan tetapi, temuan dan laporan dugaan pelanggaran di Kota Tasikmalaya berkurang dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya. Ini menandakan bahwa sosialisasi pengawasan partisipatif yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu sangat efektif untuk dilakukan sebagai upaya pencegahan. Pengawas pemilu menyadari bahwa adanya keterbatasan jumlah personal pengawas yang formal. Jumlah pengawas pemilu di tingkat Kota tasikmalaya, Kecamatan dan Kelurahan tidaklah sebanding dengan jumlah TPS yang ada. Akibatnya, celah pelanggaran baik yang dilakukan oleh peserta pemilu, Aparatur Sipil Negara maupun penyelenggara pemilu mungkin terjadi. Hal ini dirasakan betul saat mengawasi tahapan kampanye yang dimana pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tasikmalaya lebih banyak blusukan menghadiri undangan pengajian warga dan sosialisasi figur, program, dan gagasan serta ajakan untuk memilih pasangan calon kandidat tertentu seringkali dilakukan di tempat ibadah, khususnya mesjid yang notabene Kota Tasik dijuluki sebagai Kota Santri.
Oleh karena itu, peran pengawasan partisipatif khususnya di Kota Tasikmalaya yang sudah berjalan baik itu dengan pemilih pemula, Ormas, LSM, OKP, ASN, DKM, Kaum difabel dan masyarakat lainnya perlu dipertahankan, karena dengan adanya pengawasan partisipatif berarti masyarakat turut serta melakukan pengawasan dan mengikuti dinamika politik yang sedang berjalan secara langsung. Terbukti, dengan adanya antusiasme warga saat pengawas pemilu melakukan road show menjelang pemungutan dan penghitungan suara dengan tema besar “ Cegah Politik Uang”. Mereka turut serta melakukan pengawasan menjelang hari H dan melaporkan dugaan pelanggaran money politik yang dilakukan oleh tim kampanye pasangan calon kepada pengawas pemilu sehingga Pilkada Kota Tasikmalaya yang berkualitas dan berintegritas sukses tanpa ekses sesuai dengan harapan.
Langganan:
Postingan (Atom)